1.
Pengertian yang terkandung
dalam matan tidak boleh bertentangan dengan ayat alQur’an atau Hadits
Mutawattir, walaupun keadaan rawi sudah memenuhi syarat dan kriteria
2.
Pengertian dalam
matan tidak boleh bertentangan dengan Ijma’ Ulama.
3.
Tidak ada
kejanggalan lainnya, jika disbanding dengan yang lebih tinggi kedudukan dan
tingkatannya.
Hadits Sahih
ditetapkan sebagai sumber agama dibawah haoleh
Ijma’ Ulama Fiqh, Ulama Hadits dan Ulama Ushulfiqh hukumnya wajib
beramal dan menjadi Hujjah Syar’iyah.
Bila kita dapatkan
didalam kitab dan buku ada tulisan “ هذا حديث صحيح” maka dapat kita pahami bahwa hadits tersebut ada padanya 5
syarat yang telah disebutkan diatas. Dan bila kalimat “ هذا حديث غير صحيح”, maka maksudnya hadits tersebut tidak ada ke-lima syarat
tersebut atau sebahagiannya saja.[2]
Hadits shahih tidak ada pertentangan dan rintangan tentang hujjahnya
hadits shahih, kekuatan hukumnya sangat akurat, wajib beramal dengan hadits
shahih. Firman Allah Ta’ala:
وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ
فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya :"Apa yang diberikan
Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya" (Al-Hasyr 59:7)
Para ulama membagi hadits Shahih kepada
dua macam:[3]
a.
Shahih li Dzatihi (صحيح لذاته)
فالصحيح لذاته وهو الذي اشتمل على أعلى
صفات القبول[4]
Hadits
Shahih li Dzatihi yaitu seperti definisi yang telah disebutkan dahulu, hadits
yang sudah memenuhi segala persyaratannya atau sifat haditsnya yang maqbul
secara sempurna, dinamakan “shahih li Dzatihi” karena telah ada
semua syarat shahih, kesahihan sudah tercapai dengan dengan diri hadits
tersebut.
b.
Shahih li Ghairihi( صحيح لغيره)
فالصحيح لغيره هو الحديث الذي لم تتوفر فيه أعلى صفات القبول[5]
Hadits Sahih li Ghairihi adalah hadits yang tidak mempuyai keseluruhan
syaratnya berada dibawah tingkatan sahih, menjadi sahih karena hadits itu
diperkuat oleh hadits – hadits yang lain, sekiranya hadits tersebut tidak ada
yang menguatkannya dan yang mendukungnya, maka hadits tersebut berada pada
tingkat Hadits Hasan, pada hakikatnya Hadits Sahih li Ghairihi nama lain dari
Hadits Hasan li Zatihi.[6]
Dalam kitab Taisir Mustlah Hadits didefinisikan
dengan:
الحسن لذاته إذا روي من طريق آخر مثله أو أقوى منه وسمي صحيحا لغيره لأن الصحة لم تأت من ذات السند, وإنما جأت من انضمام غيره له[7]
Maka Hadits shahih lighairihi merupakan
hadits hasan li dzatihi yang diriwayatkan dari jalur lain yang semisal, atau
yang lebih kuat. Dinamakan dengan hadist shahih lighairihi karena keshahihannya
tidak berasal dari sanadnya itu sendiri, melainkan berasal dari jalur lain yang
turut bergabung.
Contoh Hadits Sahih Li Ghairihi:
(( لولا أن اشق
على امتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة ))
فهذا حديث رواه
الترمذي بإسناد حسن , ورواه البخاري ومسلم عن طريق آخر بإسناد صحيح فصار الحديث
الذي رواه الترمذي (( صحيحا لغيره)).
Hadits ini termasuk
Hadits Sahih Li Ghairihi, diriwayatkan oleh Turmidzi, dan juga diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim melalui Tariq lain dengan Isnad Sahih.