mubarak's

Saturday, December 20, 2014

Kisah Malem Diwa dalam buku Snouck Horgornje “Aceh di mata Kolonialis”

Malém Diwa adalah putera Raja Tamp'o', seorang pangeran yang memerintah di kampung Piadah di tepi Sungai (krueng) Pase, yang biasanya lebih dikenal dengan sebutan "Pasei". Ibunya adalah Putroë (Puteri) Sah- bawa. Mula-mula ia bernama Malem Diman, tetapi gurunya pada tahun ke- ke-7 mengubah namanya jadi Diwa. Dalikha, puteri sang guru, dijodohkan sebagai calon isterinya, karena ketika perkawinan raja maupun perkawinan sang guru sudah sekian lama belum dikaruniai anak, anak-anak tersebut akan dikawinkan satu sama lain. Tetapi, waktu si kecil Diwa datang ke rumah sang guru, Dalikha menyapanya dengan sebutan "adik".
Hal ini dianggap sebagai membuat mustahil melangsungkan perkawinan, dan Dalikha, yang beberapa tahun kemudian menikah dengan seorang bernama Malem Panjang, terus memperhatikan Malem Diwa sebagai layaknya yang dilakukan seorang kakak.
Begitu menyelesaikan sekolahnya, sang tokoh pergi berkelana, yang menakdirkannya bertemu dengan tiga orang puteri secara berurutan, yakni Putroe'Bungsu yang turun dari langit, Putroe' Alölh di Nata (Natal) dan Putroe'Meureundam Diwi di Lhô' Sinibong di
tepi sungai Jambo Aye.
            Mimpi yang mendorongnya berkelana menemukan Putroe Bungsu; ia merasa, ketika sedang mandi ia menemukan rambut seorang puteri. Puteri kerajaan langit itu, anak bungsu Raja Din, bermimpi pula pada waktu yang sama bahwa ia dilingkari ular. Tak lama kemudian, Malem Diwa, yang untuk sementara waktu berubah wujud jadi ikan, berenang- renang di air tempat mandi Putroe Bungsu dan saudara perempuannya disertai dayang-dayangnya.
Malem Diwa mencuri pakaian atas sang puteri sehingga ia tidak punya kemampuan lagi untuk terbang kembali ke keraja an ayahnya di angkasa.
Pahlawan dan sang puteri bertemu berkat jasa Ni Keubayan, tokoh
yang terkenal dalam cerita-cerita Melayu. Tak lama kemudian, sepasang kekasih itu pun kawinlah.
Mereka tinggal di Malém Jawa, tempat kediaman ibu Malem Diwa, yang dekat dengan Piadah. Maka lahirlah seorang anak laki-laki yang diberi nama Ahmat. Ketika mulai besar, Ahmat menjadi bringas. Suatu kali ia memukul neneknya sehingga terjadilah keretakan antara si nenek dengan menantu perempuannya.
Pada suatu hari, ketika sedang bermain-main, Ahmat menemukan pakaian atas ibunya yang disembunyikan Malem Diwa. Putroe Bungsu mengambil pakaian tersebut dari tangan Ahmat, lalu — karena bosan mengurusi rumah tangga - terbang kembali ke kerajaan angkasa membawa anaknya.
Malem Diwa, yang boleh dikata sepanjang hari menghabiskan waktu-nya di arena sabung ayam, tidak berada di rumah ketika hal itu terjadi, tetapi tidak lama kemudian ia melihat isterinya melayang-layang di udara bersama anaknya; Malem Diwa hanya sekedar berkesempatan mendengar nasihat terakhir dari isterinya "di pintu gerbang menuju angkasa". Kata isterinya, "Setelah tiga kali panen, engkau harus datang menjemputku; kalau tidak, aku akan kawin dengan orang lain".
Sementara itu pergilah ke Nata dan di sana engkau akan menikah dengan Puteri Aloih; tetapi engkau harus hati-hati, kalau tidak, engkau akan jatuh menjadi korban kerinduan akan Putroê' Meureundam Diwi.

Malem Diwa melakukan perjalanan ke Nata dengan bantuan Dalikha dan suaminya yang heroik, Malem Panjang. Peuduka Lila, raja di Nata, di- paksa menyerah pada keberanian dan ilmu gaib ketiga orang tersebut. Tetapi Putroé Aloih tetap tak tertaklukkan. Di depan jendela kamarnya tumbuh sebatang pohon pinang yang sangat tinggi; di afts tergantung dua buah pinang, satu dari emas dan satu lagi dari suasa. Sang puteri akan di- kawinkan dengan orang yang mampu memetik kedua buah pinang ter- sebut.
Sejauh itu sudah 99 pangeran yang tewas karena gagal dalam usaha memetik buah berharga itu; karena begitu mereka memanjat sampai se- tinggi jendela sang puteri, mereka langsung terkesima melihat kecantikan sang puteri yang jelita tiada tara, dan akibatnya terjatuh lalu meninggal. Tetapi Malem Diwa dalam tugasnya dibantu tupai (tupe), sejumlah rayap
putih (kamu'ê), sekelompok walang sangit (geusong) dan keluang (kle- ueng), yang semuanya dibawanya atas nasihat Putroe Bungsu. Dalikha sendiri membentangkan kain katun kasar di dasar pohon sebagai langkah berjaga-jaga atas segala kemungkinan.
Demikianlah akhirnya Malem Diwa berhasil mempersunting sang puteri dan hidup berbahagia beberapa lama di Nata. Namun suatu kali ia bermimipi, yang memperingatkannya bahwa Putroe Bungsu dalam bahaya.
Dengan menunggang seekor bura' ia terbang ke angkasa dan menyamar sebagai peminta-minta ke kerajaan angkasa; Di sana ia bertemu kembali dengan Ahmat, anaknya yang menceritakan kepadanya bahwa ibunya akan dipaksa kawin dengan Raja Muda. Malem Diwa dan Ahmat bekerja- sama memerangi Raja Din dan puteranya Raja Muda, sehingga Putroe Bungsu berhasil berpadu kembali dengan suaminya.
Tetapi kegembiraan pasangan itu sekali lagi terganggu oleh takbir mimpi. Kali ini Putro'e Aloih yang terancam bahaya. Raja Cina berhasil memerangi Nata lalu melarikan wanita jelita itu dalam rumah kaca.
Dengan menunggang bura' Malem Diwa kembali ke dunia fana; ia mendarat di Pase (pasei), dimana ia menjelajahi beberapa tempat di Pantai Timur Aceh untuk akhirnya tiba di Lho' Sinibong, wilayah Raja Angkasa. Kerajaan itu sudah diobrak-abrik dan penduduknya habis dimakan geu- reuda (garuda); tinggal si puteri cantik Meureundam Diwi saja yang selamat karena disembunyikan ayahnya dalam tong kayu1); di sanalah ia menanti- kan sang pahlawan yang membebaskannya. Tentu saja Meiern Diwa ber- hasil membunuh si garuda, lalu kawin dengan sang puteri.
Karena mimpinya, yang memperingatkan adanya bahaya yang akan datang mengancam, Malem Diwa memperkokoh pertahanan di tempat tinggalnya yang baru. Tak lama kemudian datanglah Raja Jawa, dan Malem Diwa terputus lagi untuk ketiga kalinya menikmati hari-hari bahagia per- kawinannya. Dengan ilmu sihir si Raja Jawa berhasil membuat Malem Diwa tak berkutik seperti mayat, lalu melarikan sang puteri dalam rumah kaca.
Tetapi Meureundam Diwi telah mengajarkan kepada burung bayeuen cara menyembuhkan Malém Diwa setelah kepergiannya dengan mengusap tubuhnya dengan air bunga. Setelah sehat kembali Malem Diwa harus ter- bang ke Nata dan tempat tinggal Dalikha guna mengabarkan kepadanya dan kepada Putroe Bungsu apa yang telah terjadi.
Nyatanya Malem Diwa berlayar menuju Cina. Tetapi dalam suatu per-tempuran laut ia dilemparkan ke laut, lalu ditelan ikan paus. Ikan paus tersebut mati di laut, terbawa arus ke Jawa, lalu terdampar ke pantai. Hal itu menarik perhatian Male Kaya, kerabat raja Jawa,yang sedang berjalan-jalan di pantai dengan isterinya yang tidak dikaruniai anak. Dalam bangkai ikan itu mereka menemukan Malém Diwa yang telah berubah bentuk menjadi anak kecil. Dengan sukacita mereka memungut- nya jadi anak dan memberinya nama Malem Muda.
Ketika Malem Muda sudah dewasa, Raja Muda hendak mencarikan seorang isteri untuknya, tetapi Malem Muda secara tegas menyatakan bahwa ia tidak akan kawin dengan siapa-siapa kecuali Meureundam Diwi. Dari itu timbullah pertikaian yang menyebabkan pecahnya perang. Dalikha dan Puteri Bungsu yang sementara itu telah tiba dengan armadanya, ikut aktif dalam pertempuran. Raja Jawa ditaklukkan dan terbunuh, dan Meu- reundam Diwi dibebaskan. Perang melawan Cina juga berlangsung dengan sukses dan Puteri Aloih dibebaskan dari penjara kacanya.
Mereka kembali ke Nata dan dari sana masing-masing kembali ke tempat kediamannya. Ahmat jadi Raja Pembantu di Kerajaan Angkasa dan menikah dengan Janagaru, puteri Raja Muda di kerajaan itu.[1]

Daftar Pustaka

Hurgronje, C. S. (1985). Aceh Di Mata Kolonialis. (N. Singarimbun, Ed.). Jakarta: Yayasan Soko Guru. Retrieved from www.acehbooks.org/search/detail/4958?language=ind




[1]  Lihat halaman 133 – 137 dari buku “Aceh di Mata Kolonialis”.