Malém
Diwa adalah putera Raja Tamp'o', seorang pangeran yang memerintah di kampung
Piadah di tepi Sungai (krueng) Pase, yang biasanya lebih dikenal dengan sebutan
"Pasei". Ibunya adalah Putroë (Puteri) Sah- bawa. Mula-mula ia
bernama Malem Diman, tetapi gurunya pada tahun ke- ke-7 mengubah namanya jadi
Diwa. Dalikha, puteri sang guru, dijodohkan sebagai calon isterinya, karena
ketika perkawinan raja maupun perkawinan sang guru sudah sekian lama belum
dikaruniai anak, anak-anak tersebut akan dikawinkan satu sama lain. Tetapi,
waktu si kecil Diwa datang ke rumah sang guru, Dalikha menyapanya dengan
sebutan "adik".
Hal ini dianggap sebagai membuat mustahil
melangsungkan perkawinan, dan Dalikha, yang beberapa tahun kemudian menikah
dengan seorang bernama Malem Panjang, terus memperhatikan Malem Diwa sebagai
layaknya yang dilakukan seorang kakak.
Begitu
menyelesaikan sekolahnya, sang tokoh pergi berkelana, yang menakdirkannya
bertemu dengan tiga orang puteri secara berurutan, yakni Putroe'Bungsu yang
turun dari langit, Putroe' Alölh di Nata (Natal) dan Putroe'Meureundam Diwi di
Lhô' Sinibong di
tepi sungai
Jambo Aye.
Mimpi
yang mendorongnya berkelana menemukan Putroe Bungsu; ia merasa, ketika sedang
mandi ia menemukan rambut seorang puteri. Puteri kerajaan langit itu, anak
bungsu Raja Din, bermimpi pula pada waktu yang sama bahwa ia dilingkari ular.
Tak lama kemudian, Malem Diwa, yang untuk sementara waktu berubah wujud jadi
ikan, berenang- renang di air tempat mandi Putroe Bungsu dan saudara
perempuannya disertai dayang-dayangnya.
Malem
Diwa mencuri pakaian atas sang puteri sehingga ia tidak punya kemampuan lagi untuk
terbang kembali ke keraja an ayahnya di angkasa.
Pahlawan
dan sang puteri bertemu berkat jasa Ni Keubayan, tokoh
yang terkenal
dalam cerita-cerita Melayu. Tak lama kemudian, sepasang kekasih itu pun
kawinlah.
Mereka tinggal di Malém Jawa, tempat kediaman ibu Malem Diwa, yang
dekat dengan Piadah. Maka lahirlah seorang anak laki-laki yang diberi nama
Ahmat. Ketika mulai besar, Ahmat menjadi bringas. Suatu kali ia memukul
neneknya sehingga terjadilah keretakan antara si nenek dengan menantu
perempuannya.
Pada
suatu hari, ketika sedang bermain-main, Ahmat menemukan pakaian atas ibunya
yang disembunyikan Malem Diwa. Putroe Bungsu mengambil pakaian tersebut dari
tangan Ahmat, lalu — karena bosan mengurusi rumah tangga - terbang kembali ke
kerajaan angkasa membawa anaknya.
Malem
Diwa, yang boleh dikata sepanjang hari menghabiskan waktu-nya di arena sabung
ayam, tidak berada di rumah ketika hal itu terjadi, tetapi tidak lama kemudian
ia melihat isterinya melayang-layang di udara bersama anaknya; Malem Diwa hanya
sekedar berkesempatan mendengar nasihat terakhir dari isterinya "di pintu
gerbang menuju angkasa". Kata isterinya, "Setelah tiga kali panen,
engkau harus datang menjemputku; kalau tidak, aku akan kawin dengan orang lain".
Sementara
itu pergilah ke Nata dan di sana engkau akan menikah dengan Puteri Aloih;
tetapi engkau harus hati-hati, kalau tidak, engkau akan jatuh menjadi korban
kerinduan akan Putroê' Meureundam Diwi.
Malem
Diwa melakukan perjalanan ke Nata dengan bantuan Dalikha dan suaminya yang
heroik, Malem Panjang. Peuduka Lila, raja di Nata, di- paksa menyerah pada
keberanian dan ilmu gaib ketiga orang tersebut. Tetapi Putroé Aloih tetap tak
tertaklukkan. Di depan jendela kamarnya tumbuh sebatang pohon pinang yang
sangat tinggi; di afts tergantung dua buah pinang, satu dari emas dan satu lagi
dari suasa. Sang puteri akan di- kawinkan dengan orang yang mampu memetik kedua
buah pinang ter- sebut.
Sejauh
itu sudah 99 pangeran yang tewas karena gagal dalam usaha memetik buah berharga
itu; karena begitu mereka memanjat sampai se- tinggi jendela sang puteri,
mereka langsung terkesima melihat kecantikan sang puteri yang jelita tiada
tara, dan akibatnya terjatuh lalu meninggal. Tetapi Malem Diwa dalam tugasnya
dibantu tupai (tupe), sejumlah rayap
putih (kamu'ê),
sekelompok walang sangit (geusong) dan keluang (kle- ueng), yang semuanya
dibawanya atas nasihat Putroe Bungsu. Dalikha sendiri membentangkan kain katun
kasar di dasar pohon sebagai langkah berjaga-jaga atas segala kemungkinan.
Demikianlah akhirnya Malem Diwa berhasil mempersunting sang puteri
dan hidup berbahagia beberapa lama di Nata. Namun suatu kali ia bermimipi, yang
memperingatkannya bahwa Putroe Bungsu dalam bahaya.
Dengan
menunggang seekor bura' ia terbang ke angkasa dan menyamar sebagai
peminta-minta ke kerajaan angkasa; Di sana ia bertemu kembali dengan Ahmat,
anaknya yang menceritakan kepadanya bahwa ibunya akan dipaksa kawin dengan Raja
Muda. Malem Diwa dan Ahmat bekerja- sama memerangi Raja Din dan puteranya Raja
Muda, sehingga Putroe Bungsu berhasil berpadu kembali dengan suaminya.
Tetapi
kegembiraan pasangan itu sekali lagi terganggu oleh takbir mimpi. Kali ini
Putro'e Aloih yang terancam bahaya. Raja Cina berhasil memerangi Nata lalu
melarikan wanita jelita itu dalam rumah kaca.
Dengan
menunggang bura' Malem Diwa kembali ke dunia fana; ia mendarat di Pase (pasei),
dimana ia menjelajahi beberapa tempat di Pantai Timur Aceh untuk akhirnya tiba
di Lho' Sinibong, wilayah Raja Angkasa. Kerajaan itu sudah diobrak-abrik dan penduduknya
habis dimakan geu- reuda (garuda); tinggal si puteri cantik Meureundam Diwi
saja yang selamat karena disembunyikan ayahnya dalam tong kayu1); di sanalah ia
menanti- kan sang pahlawan yang membebaskannya. Tentu saja Meiern Diwa ber-
hasil membunuh si garuda, lalu kawin dengan sang puteri.
Karena
mimpinya, yang memperingatkan adanya bahaya yang akan datang mengancam, Malem
Diwa memperkokoh pertahanan di tempat tinggalnya yang baru. Tak lama kemudian
datanglah Raja Jawa, dan Malem Diwa terputus lagi untuk ketiga kalinya
menikmati hari-hari bahagia per- kawinannya. Dengan ilmu sihir si Raja Jawa
berhasil membuat Malem Diwa tak berkutik seperti mayat, lalu melarikan sang
puteri dalam rumah kaca.
Tetapi
Meureundam Diwi telah mengajarkan kepada burung bayeuen cara menyembuhkan Malém
Diwa setelah kepergiannya dengan mengusap tubuhnya dengan air bunga. Setelah
sehat kembali Malem Diwa harus ter- bang ke Nata dan tempat tinggal Dalikha
guna mengabarkan kepadanya dan kepada Putroe Bungsu apa yang telah terjadi.
Nyatanya Malem
Diwa berlayar menuju Cina. Tetapi dalam suatu per-tempuran laut ia dilemparkan
ke laut, lalu ditelan ikan paus. Ikan paus tersebut mati di laut, terbawa arus
ke Jawa, lalu terdampar ke pantai. Hal itu menarik perhatian Male Kaya, kerabat
raja Jawa,yang sedang berjalan-jalan di pantai dengan isterinya yang tidak
dikaruniai anak. Dalam bangkai ikan itu mereka menemukan Malém Diwa yang telah
berubah bentuk menjadi anak kecil. Dengan sukacita mereka memungut- nya jadi
anak dan memberinya nama Malem Muda.
Ketika
Malem Muda sudah dewasa, Raja Muda hendak mencarikan seorang isteri untuknya,
tetapi Malem Muda secara tegas menyatakan bahwa ia tidak akan kawin dengan
siapa-siapa kecuali Meureundam Diwi. Dari itu timbullah pertikaian yang
menyebabkan pecahnya perang. Dalikha dan Puteri Bungsu yang sementara itu telah
tiba dengan armadanya, ikut aktif dalam pertempuran. Raja Jawa ditaklukkan dan
terbunuh, dan Meu- reundam Diwi dibebaskan. Perang melawan Cina juga
berlangsung dengan sukses dan Puteri Aloih dibebaskan dari penjara kacanya.
Mereka
kembali ke Nata dan dari sana masing-masing kembali ke tempat kediamannya.
Ahmat jadi Raja Pembantu di Kerajaan Angkasa dan menikah dengan Janagaru,
puteri Raja Muda di kerajaan itu.[1]
Daftar Pustaka
Hurgronje, C. S. (1985). Aceh Di Mata Kolonialis.
(N. Singarimbun, Ed.). Jakarta: Yayasan Soko Guru. Retrieved from
www.acehbooks.org/search/detail/4958?language=ind